Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 )
Senin, 03 Oktober 2016
Senin, 22 Agustus 2016
Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan
adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuatketentuan tentang syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan
Perusahaan dibuat untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang
berisikan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan
memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan karyawan,
dalam usaha bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan usaha
perusahaan.
Peraturan
Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulisoleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan sesuai dengan ketentuan
Pasal 1 angka 20 Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai
peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 sampai dengan Pasal 115
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”)
dan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama (“Permenaker
16/2011”).
Tujuan
dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan adalah
:
1. Dengan
peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun harus
diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
2. Dengan
adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya hak dan
kewajiban pekerja dan pengusaha;
3. Peraturan
perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama sesuai dengan
maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
4. Setelah
peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan wajib
memberitahukan isi peraturan perusahaan; dan
5. Pada
perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak dapat
menggantinya dengan peratuean perusahaan.
Pengusaha
yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib
membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah mendapat
pengesahan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang
ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun serta wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
Namun,
kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah
memiliki perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan
Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan
terlebih Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan
Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai
pejabat yang berwenang adalah sebagai berikut (“Pejabat”).
Setiap
perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik
nasional maupun multinasional dalam menjalankan manajemen dan operasionalnya
sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu
peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh karyawan agar dapat
berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pengertian peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 1 angka 20
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun
oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Peraturan
perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban
pekerja, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, memberikan pedoman
bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing,
menciptakan hubungan kerja harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan
pengusaha, dalam usaha bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Menurut
Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:
1. hak dan
kewajiban pengusaha;
2. hak dan
kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat
kerja;
4. tata
tertib perusahaan; dan
5. jangka
waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan
perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah
peraturan perusahaan diterima harus sudah mendapat pengesahan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan
dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan pengesahan dari Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan.
Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111
ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk
harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan
peraturan perusahaan. Dan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib
menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal
113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan perusahaan sebelum
berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan
antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan
harus mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha
wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan, serta memberikan
naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Pasal
188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan sanksi pidana pelanggaran berupa
denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal
114 UU Ketenagakerjaan tentang kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan
menjelaskan isi peraturan perusahaan serta memberikan naskah peraturan
perusahaan kepada pekerja/buruh.
Tugas
penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan.
Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh Perusahaan dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan
Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan
“pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak dapat diperselisihkan
– bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena
sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan dapat juga untuk tidak
memberikan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh
Perusahaan.
Pemilihan
wakil Karyawan dalam rangka memberikan saran dan pertimbangannya harus
dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu
dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan sendiri terhadap
Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan. Apabila di dalam
Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan
tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.
Untuk
memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama Perusahaan
harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil
Karyawan – atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus
sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja sejak tanggal
diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika
dalam waktu 14 hari kerja itu wakil Karyawan tidak memberikan saran dan
pertimbangannya, maka Perusahaan sudah dapat mengajukan pengesahan Peraturan
Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai
bukti bahwa Perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan
namun Karyawan tidak memberikannya.
2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian
kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms,
mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian
sebagai berikut :
“Perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan
dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu
tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni :
“Perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.
Perjanjian
Kerja adalah Suatu perjanjian yang dibuat antara pekerja secara perorangan
dengan pengusaha yang pada intinya memuat hak dan kewajiban masing-masing
pihak.Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam
pelaksanaan hubungan kerja.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah
suatu kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
dibuat secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan
organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah
terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota
50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus
dipenuhi karena kalau kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat
pekerja sampai mencapai 50 % lebih atau dapat juga meminta dukungan dari
karyawan lainnya.
Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat
pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat
pekerja/buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut.
Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini
merujuk pada Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari
Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya
dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh
pemerintah dikeluarkan :
1. Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang
diatur mulai dari pasal 115 sampai dengan 135;
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
Kep/48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
3. Kep.48/MEN/IV/2004,
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan
dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk
memuat dan menuangkan kesepakatan baru yang didasari atas kesepakatan antara
serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah
prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka dia akan menjadi normatif
bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh
Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.
Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :
1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban
pekeja dan pengusaha;
2. Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang
harmonis dalam perusahaan;
3. Menetapkan secara bersama syarat – syarat
kerja keadaan industrial yang harmonis; dan
4. Menentukan hubungan ketenagakerjaan
yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.
Manfaat Perjanjian Kerja Bersama :
1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang
hak dan kewajiban masing – masing;
2. Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial
atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses
produksi dan peningkatan usaha;
3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong
semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin; dan
4. Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour
cost) yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata
Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :
1. Tujuan pembuatan tata tertib;
2. Susunan tim perundingan;
3. Lamanya masa perundingan;
4. Materi perundingan;
5. Tempat perundingan;
6. Tata cara perundingan;
7. Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
8. Sahnya perundingan; dan
9. Biaya perundingan.
Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama
menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.
Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena
hal ini menyangkut :
1. Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing
pihak (khususnya mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat
pekerja);
2. Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing
pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta
kewenangannya untuk mengambil keputusan);
3. Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan
(decision maker) dari masing – masing tim perunding;
4. Masalah tata cara pengesahan materi perundingan;
5. Jadwal/waktu perundingan; dan
6. Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan.
Tata Cara dalam Perundingan :
- a. Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus menetapkan seorang juru bicara.
- b. Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan.
- c. Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan.
- d. Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis.
- e. Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis.
- f. Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan.
- g. Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
- · Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota;
- · Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
- · Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh mediator tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas kesepakatan para pihak mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
h. Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan
disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah
disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh
kedua belah pihak.
i. Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan
oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak
perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan
ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus
serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan
pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan
dengan maksud :
1. Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat –
syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan;
2. Sebagai rujukan utama jika terjadi perselisihan
pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
Kerangka isi Perjanjian
Kerja Bersama antara lain :
a. Mukadimah
b. Umum :
1. Istilah – istilah,
2. Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan,
3. Luasnya kesepakatan,
4. Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
c. Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat
Pekerja/Buruh
1. Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat
Pekerja/BuruhJaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh,
2. Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh,
3. Lembaga kerja sama bipartit,
4. Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial
d. Hubungan Kerja
1. Penerimaan pekerja baru,
2. Masa percobaan,
3. Surat keputusan pengangkatan,
4. Golongan dan jabatan pekerja,
5. Kesempatan berkarir,
6. Pendidikan dan pelatihan kerja,
7. Mutasi dan prosedurnya,
8. Penilaian prestasi kerja,
9. Promosi,
10. Tenaga kerja asing
e. Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
1. Hari kerja,
2. Jam kerja, istirahat dan shift kerja,
3. Lembur,
4. Perhitungan upah lembur
f. Pembebasan dari kewajiban bekerja
1. Istirahat mingguan,
2. Hari libur resmi,
3. Cuti tahunan,
4. Cuti besar,
5. Cuti haid,
6. Cuti hamil,
7. Cuti sakit,
8. Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah,
9. Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah
g. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
1. Prinsip – prinsip K3,
2. Hygienis perusahaan dan kesehatan,
3. Pakaian kerja dan sepatu kerja,
4. Peralatan kerja,
5. Alat pelindung diri,
6. Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja
h. Pengupahan
1. Pengertian upah,
2. Prinsip dasar dan sasaran,
3. Dasar penetapan upah,
4. Komponen upah,
5. Waktu pemberian upah,
6. Administrasi upah,
7. Tunjangan jabatan,
8. Tunjangan keluarga,
9. Tunjangan keahlian,
10. Tunjangan keahlian,
11. Tunjangan perumahan,
12. Tunjangan tempat kerja
yang membahayakan keselamatan,
13. Uang makan,
14. Uang transport,
15. Premi hadir,
16. Premi shift,
17. Premi produksi/bonus,
18. Premi perjalanan dinas,
19. Tunjangan hari raya,
20. Jasa produksi/bonus,
21. Tunjangan masa kerja,
22. Upah minimum,
23. Skala upah,
24. Penyesuaian upah,
25. Kenaikan upah atas dasar
premi,
26. Kenaikan upah karena
promosi,
27. Pajak penghasilan
i. Pengobatan dan perawatan
1. Poliklinik perusahaan,
2. Pengobatan diluar poliklinik,
3. Perawatan dirumah sakit,
4. Biaya bersalin,
5. Pembelian kaca mata,
6. Pengobatan pada dokter spesialis,
7. Keluarga berencana,
8. Konsultasi psikologis & tes bakat anak
j. Jaminan sosial
1. Jaminan kecelakaan kerja,
2. Jaminan kematian,
3. Jaminan hari tuaDana pensiun
k. Kesejahteraan
l. Tata tertib kerja
1. Kewajiban dasar pekerja,
2. Larangan – larangan,
3. Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan
kerja (PHK),
4. Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja
m. Pemutusan hubungan kerja
n. Penyelesaian keluh kesah pekerja
Tata
cara penyelesaian keluh kesah
o. Pelaksanaan dan penutup
p. Tanda tangan para pihak.
Syarat – syarat berlakunya antara lain :
1. Satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Perjanjian Kerja
Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
2. Apabila perusahan memiliki cabang, maka dibuat Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta dapat
dibuat PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum
di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibuat cabang memuat
pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing
– masing;
4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup
dan masing – masing mempunyai badan hukum sendiri, maka PKB dibuat dan
dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.
Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan
Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibuat
rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan
serikat pekerja/buruh. Setelah menerima surat keputusan pendaftaran perjanjian
kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan
yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh tentang isi perjanjian
tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.
Dalam Pasal 123 Undang-Undang no.13/2003 menyatakan masa berlaku PKB
paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun
berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja.
Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan
sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila perundingan tidak mencapai
kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku, akan tetap berlaku untuk paling lama
1 (satu) tahun ke depan.
DAFTAR
PUSTAKA
2. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
3. Undang-Undang
No. 21 Tahun 2000 Tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
4. Kep.48/MEN/IV/2004,
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan
dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
5. Asyhadie
Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta.
Raja Grafindo Persada,
6. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar
Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)